Jumat, 07 Maret 2014

Nguri - Uri Kabudayan Jawi Nan Islami " Shalawatan "





LEBIH DEKAT DENGAN “ Shalawatan dari Gentingan “



Budaya di Nusantara tidak terlepas dai peran penting agama Islam. Pada abd ke VII M, Indonesia telah mengenal agama islam. Setelah melalui proses akulturasi (perpaduan budaya), sosialisasi Islam di Nusantaa telah mencapai tahap perkembangan penting terhadap tumbuhnya pusat peradapan Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah memberi sumbangan besar dalam bidang kebuadayaan nasional.


            Kontirbusi Islam atau pengaruhnya tehadap budaya yang ada di Indonesia tidak perlu diragukan lagi,  seperti dalam bentuk sastra dan bahasa Arab. Konsep ummah[1] yang menyamakan harkat dan martabat manusia di hadapan tuhan. Kemudian juga penerimaan Bahasa Melayu sebagai bahasa kesehariaan (lingua franca) dalam menyebarkan Islam. Pendek kata, Islam telah mewarnai pola hidup dan kehidupan seluruh banga Indonesia dan telah menjadi kekuatan kebudayaan dan peradaban bangsa. 
Budaya memiliki arti yang berbeda dengan seni. Kalau budaya merupakan hasil budi dan daya manusia dalam rangka memenuhi seluruh kehidupan hidupnya. Sedangkan seni merupakan bagian dari hasil proses manusia berbudaya, yang menghasilkan sesuatu yang indah dan menarik hati atau diri sendiri dan orang lain.
            Dalam bahasa Sanskerta budaya yaitu buddhayah  yang berarti budi (akal)  dan daya (kekuatan). Hasil budi daya manusia tidak hanya seni saja, tetapi bisa berbentuk teknologi, ekonomi, bahasa, system religi, system bermasyarakat dan sebagainya.

Shalawatan
            Music Shalawatan merupakan music perkusi terbang yang dipukil bergantian dengan sair dan puisi yang dilagukan dengan irama Arab atau Jawa. Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul, dan beberapa juga sudah menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain).





     Adalah Kyai Soleh yang menciptakan tembang-tembang shalawat berbahasa Jawa yang sampai saat ini tulisannya menjadi pedoman para pelaku seni sholawat jawi, meskipun beliau sudah lama meninggal. Kyai Soleh merupakan seorang tokoh lokal Islam yang sekaligus seniman yang memegang teguh prinsip-prinsip ber-Islam. Kesenian ini merupakan ekspresi keberagamaan sekaligus ekspresi kesenian bagi pelakunya. Mereka mendapatkan manfaat keberagamaan yang mententramkan hati (sebagai kubutuhan spiritualitas) sekaligus kebutuhan akan keindahan (seni) juga terpenuhi. Kesenian tradisi islam ini di dominasi oleh para oang tua ( rata-rata di atas 50 tahun) dan regenerasi sepertinya tidak. Kalangan mudah lebih senang kesenian yang lebih modern (model dan alatnya). Jadi tidak heran kesenian ini mulai jarang ditemui, karena kelompok-kelompok kesenian ini semakin sedikit.




           
    Selain tradisi tersebut masih banyak tradisi lain yang berkembang di daerah atau suku-suku lainnya. Hal ini menunjukkan perbedaan sikap masing-masing daerah pada saat menerima Islam. Tradisi-tradisi tersebut menambah kekayaan tradisi Islam Indonesia.
Untuk itu, siapapun orangnya, sebagai manusia Indonesia yang berbudaya diharapkan dalam menyikapi adanya keragaman budaya tersebut, memiliki landasan-landasan yang arif dan bijaksana, dengan tetap berusaha menyempurnakan dan berusaha menjaga kemurnian aqidah islam yang benar.
 



































Tidak ada komentar: