LEBIH DEKAT DENGAN “ Shalawatan dari
Gentingan “
Budaya di Nusantara tidak terlepas
dai peran penting agama Islam. Pada abd ke VII M, Indonesia telah mengenal
agama islam. Setelah melalui proses akulturasi (perpaduan budaya), sosialisasi
Islam di Nusantaa telah mencapai tahap perkembangan penting terhadap tumbuhnya
pusat peradapan Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah
memberi sumbangan besar dalam bidang kebuadayaan nasional.
Kontirbusi Islam atau pengaruhnya tehadap budaya yang ada di Indonesia tidak
perlu diragukan lagi, seperti dalam bentuk sastra dan bahasa Arab. Konsep
ummah[1] yang menyamakan harkat dan martabat manusia di
hadapan tuhan. Kemudian juga penerimaan Bahasa Melayu sebagai bahasa
kesehariaan (lingua franca) dalam menyebarkan Islam. Pendek kata, Islam
telah mewarnai pola hidup dan kehidupan seluruh banga Indonesia dan telah
menjadi kekuatan kebudayaan dan peradaban bangsa.
Budaya memiliki arti yang berbeda
dengan seni. Kalau budaya merupakan hasil budi dan daya manusia dalam rangka
memenuhi seluruh kehidupan hidupnya. Sedangkan seni merupakan bagian dari hasil
proses manusia berbudaya, yang menghasilkan sesuatu yang indah dan menarik hati
atau diri sendiri dan orang lain.
Dalam bahasa Sanskerta
budaya yaitu buddhayah yang berarti budi (akal) dan daya
(kekuatan). Hasil budi daya manusia tidak hanya seni saja, tetapi bisa
berbentuk teknologi, ekonomi, bahasa, system religi, system bermasyarakat dan
sebagainya.
Shalawatan
Music
Shalawatan merupakan music perkusi terbang yang dipukil bergantian dengan sair
dan puisi yang dilagukan dengan irama Arab atau Jawa. Kesenian Shalawat Jawi di
temukan di daerah Pleret, Bantul, dan beberapa juga sudah menyebar di sekitar
kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini
merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang
berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan
syair atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa,
bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan
lain-lain).
Adalah Kyai
Soleh yang menciptakan tembang-tembang shalawat berbahasa Jawa yang sampai saat
ini tulisannya menjadi pedoman para pelaku seni sholawat jawi, meskipun beliau
sudah lama meninggal. Kyai Soleh merupakan seorang tokoh lokal Islam yang
sekaligus seniman yang memegang teguh prinsip-prinsip ber-Islam. Kesenian ini
merupakan ekspresi keberagamaan sekaligus ekspresi kesenian bagi pelakunya.
Mereka mendapatkan manfaat keberagamaan yang mententramkan hati (sebagai
kubutuhan spiritualitas) sekaligus kebutuhan akan keindahan (seni) juga terpenuhi.
Kesenian tradisi islam ini di dominasi oleh para oang tua ( rata-rata di atas
50 tahun) dan regenerasi sepertinya tidak. Kalangan mudah lebih senang kesenian
yang lebih modern (model dan alatnya). Jadi tidak heran kesenian ini mulai
jarang ditemui, karena kelompok-kelompok kesenian ini semakin sedikit.
Selain tradisi
tersebut masih banyak tradisi lain yang berkembang di daerah atau suku-suku
lainnya. Hal ini menunjukkan perbedaan sikap masing-masing daerah pada saat
menerima Islam. Tradisi-tradisi tersebut menambah kekayaan tradisi Islam
Indonesia.
Untuk itu, siapapun
orangnya, sebagai manusia Indonesia yang berbudaya diharapkan dalam menyikapi
adanya keragaman budaya tersebut, memiliki landasan-landasan yang arif dan
bijaksana, dengan tetap berusaha menyempurnakan dan berusaha menjaga kemurnian
aqidah islam yang benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar